Wednesday, May 19, 2010

RUMAH YANG PALING DIHORMATI

Imam Al-Bukhari meriwayatkan dari Ibnu ‘Abbas Rodhiyallahu ‘Anhu, ia menuturkan:

“Wanita pertama yang membuat ikat pinggang adalah ibu Isma’il (Siti Hajar), hal itu ia lakukan agar dapat menutupi jejak kakinya dari Sarah. Kemudian Ibrahim membawa isteri dan puteranya, (‘Isma’il) yang masih di susuinya. Hingga akhirnya Ibrahim menempatkan keduanya di dekat Baitullah di sisi sebuah pohon besar di atas sumur Zamzam (saat sekarang) di bagian atas Masjidil Haram. sedangkan pada saat itu di Makkah tidak ada seorangpun, dan tidak ada air. Beliau meninggalkan keduanya, setelah meletakkan sebuah kantung yang berisi kurma dan tempat dari kulit yang berisi air. Kemudian Ibrahim melangkah pergi, Hajar pun menyusulnya seraya bertanya:

“Wahai Ibrahim, kemana engkau akan pergi ? Apakah engkau akan meninggalkan kami di lembah yang tidak ada seorang pun manusia dan tidak ada sesuatu pun?”

Hajar terus-menerus menanyakan hal itu, dan Ibrahim tidak menoleh kepadanya. Maka Hajar bertanya kembali,

“ Apakah Allah yang menyuruhmu melakukan ini?”

“Ya”, jawab Ibrahim.

“ Kalau memang demikian, Dia tidak akan mengabaikan kami” ucap Hajar.

Hajar pun kembali, dan Ibrahim terus berjalan hingga sampai di sebuah bukit di mana mereka tidak melihatnya, beliau menghadapkan wajahnya ke Baitullah lalu berdo’a seraya mengangkat kedua tangannya.

Ya Rabb kami, sesungguhnya aku telah menempatkan sebagian keturunanku di lembah yang tidak memiliki tanam-tanaman di dekat rumah-Mu (Baitullah) yang di hormati. Ya Rabb kami, (yang demikian itu) agar mereka mendirikan shalat, maka jadikanlah hati sebagian manusia cenderung kepada mereka dan berikanlah rizki kepada mereka dari buah-buahan, mudah-mudahan mereka bersyukur”. (QS. Ibrahim: 37).

Sementara itu Hajar tinggal sendiri sambil menyusui Isma’il dan meminum air dari kantung kulit yang di berikan Ibrahim, ketika air itu sudah habis ia pun merasa kehausan demikian pula dengan puteranya. Dilihatnya Isma’il merengak-rengek kehausan, akhirnya ia pun beranjak pergi karena tidak tega melihatnya. Di tengah perjalanan ia menemukan Shafa, sebuah bukit yang jaraknya paling dekat dari sekelilingnya, ia pun berdiri di atasnya kemudian menghadap ke lembah sambil melihat-lihat dan berharap ada seseorang di situ, tetapi dia tidak menemukan seorangpun. Kemudian ia turun dari Shafa, hingga ketika sampai di lembah dia mengangkat ujung bajunya dan berusaha keras, berjuang mati-matian sampai akhirnya berhasil menaiki Marwah. Dia berdiri di atasnya dengan harapan yang sama, akan tetapi dia juga tidak melihat seorangpun. Ia kembali turun dan menaiki Shafa begitu seterusnya sampai ia mengulanginya sebanyak tujuh kali.

Ibnu Abbas mengatakan bahwa, Rasululloh Solallahu ‘Alaihi Wasallam pernah bersabda: “Karena hal inilah orang-orang melakukan Sa’I di antara keduanya (Shafa dan Marwah)”.

Selanjutnya ketika Hajar mendekati Marwah, ia mendengar sebuah suara, ia pun berkata pada dirinya sendiri

“Diam !”

Kemudian ia berusaha mendengarnya lagi hingga ia pun mendengarnya, lalu ia berkata

“Engkau telah memperdengarkan, adakah Engakau dapat menolong?”

Tiba-tiba ia mendapatkan Malaikat di tempat sumber air Zamzam (saat sekarang). Kemudian Malaikat itu menggali tanah dengan tumitnya (dalam riwayat lain dengan sayapnya), sehingga muncullah air. Hajar pun membendung air itu dengan tanganya lalu menciduk dan memasukkannya ke dalam kantung kulit, namun air itu terus mangalir deras setelah ia menciduknya.

Ibnu Abbas mengatakan, Rasululloh Solallahu ‘Alaihi Wasallam bersabda: “Semoga Allah melimpahkan rahmat kepada ibu Isma’il, seandainya ia tidak menciduk airnya niscaya Zamzam akan menjadi mata ait yang mengalir”.

Kemudian Hajar pun meminum air itu dan menyusui anaknya, lalu Malaikat berkata kepadanya,

“Janganlah engkau khawatir akan disia-siakan, karena di sini terdapat rumah Allah yang akan dibangun oleh anak ini dan bapaknya. Sesungguhnya Allah tidak akan menelantarkan penduduknya”.

Rumah Allah itu posisinya lebih tinggi dari permukaan bumi, seperti sebuah anak bukit yang diterpa banjir sehingga mengikis bagian kiri dan kanannya.

Kondisi ibu Isma’il itu terus demikian sampai beberapa waktu, hingga akhirnya sekelompok Bani Jurhum atau sebuah keluarga dari kalangan Bani Jurhum melewati mereka. Mereka datang melalui jalan Keda’. Kemudian mereka mendiami daerah Makkah yang paling bawah, suatu ketika mereka melihat seekor burung berputar-putar di angkasa, mereka berkata

“Burung itu pasti sedang mengitari air, sedangkan kita mengenal lembah ini tidak ada air”.

Mereka pun mengutus satu atau dua orang untuk memeriksanya, ternyata utusan itu menemukan air. Utusan itu pun kembali dan memberitahukan perihal air tersebut, maka sebagian kelompok dari mereka pun datang.

Ketika itu ibu Isma’il masih berada di sumber air tersebut, kelompok dari kalangan Bani Jurhum itu bertanya kepadanya:

“Apakah engkau mengizinkan kami untuk singgah di sini? “

“Ya, tetapi kalian tidak berhak atas air ini” jawab ibu Isma’il.

“Baiklah”.

Ibnnu Abbas menuturkan bahwa Rasululloh Solallahu ‘Alaihi Wasallam bersabda: ‘Maka ibu Isma’il menerima mereka, karena ia memerlukan teman’. Selanjutnya kelompok itu pun singgah dan mengirim utusan kepada keluarga mereka yang lain untuk di bawa ke sumber air sampai akhirnya berdirilah beberapa rumah di sana.

Akhirnya sang bayi (Isma’il) tumbuh besar dan belajar bahasa arab dari mereka dan menjadi seorang yang paling di hargai dan di kagumi. Setelah dewasa Isma’il dinikahkan dengan seorang wanita dari kalangan mereka, namun tidak lama kemudian sang ibu meninggal dunia. Waktu pun berlalu sampai pada suatu saat sang ayah (Ibrahim) datang untuk melihat keluarga yang dulu ia tinggalkan, tapi ia tidak mendapatkan anaknya di sana. Lalu Ibrahim menanyakan perihal Isma’il kepada isterinya (menantu Ibrahim), isterinya menjawab:

“Ia (Isma’il) sedang pergi mencari nafkah untuk kami”

Kemudian Ibrahim menanyakan perihal kehidupan dan keadaan mereka, menantunya itu pun menjawab:

“Kami berada dalam kondisi buruk, kami hidup dalam kesusahan dan kesulitan”.

Ia mengeluh kepada Ibrahim. Maka Ibrahimpun berpesan:

“Jika suamimu datang, sampaikan salamku kepadanya dan katakan kepadanya agar mengubah ambang pintunya”.

Ketika isma’il datang, seolah-olah ia merasakan sesuatu, lalu bertanya:

“Apakah ada orang yang datang mengunjungimu?”

“Ya, kami di datangi seorang yang sudah tua, begini dan begitu, lalu ia menanyakan kepada kami mengenai dirimu, dan aku memberitahukannya, selain itu ia pun menanyakan ihwal kehidupan kita di sini, maka akupun menjawab bahwa di sini kita hidup dalam kesulitan dan kesusahan”, jawab isterinya.

“Apakah ia berpesan sesuatu keadamu?”

“Ia menitipkan salam untuk aku sampaikan kepadamu dan menyuruhmu agar mengubah ambang pintu rumahmu”.

Isma’il pun berkata: “Dia adalah ayahku, dan dia menyuruhku untuk menceraikanmu, karena itu kembalilah engkau kepada keluargamu”. Maka Isma’il pun menceraikanya dan menikahi wanita lain dari Bani Jurhum.

Selama beberapa waktu Ibrahim pun berkunjung kembali, namun ia tidak juga mendapatinya.

bersambung...

0 comments:

Post a Comment